Kamis, 18 Maret 2010

Peran Serta Masyarakat Dalam Pembangunan



Pendahuluan
Peranserta masyarakat dalam suatu pembangunan harus diperhatikan secara serius oleh pemerintah, karena tanpa adanya peranserta tersebut, maka pemerintah akan kesulitan untuk mencapai hasil pembangunan yang memuaskan. Salah satu cara untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan tindakan-tindakan yang penting telah dilakukan pemerintah sejak tahun 1995 di Florida oleh Linda W. Chapin, pemimpin terpilih di Orange Country, Florida.
Dalam sambutannya, Chapin menyatakan bahwa keberhasilan dalam sebuah kebijakan yang dibuat tergantung kepada kebanggaan dan komitmen dari setiap warga masyarakat, yang berarti dalam pelaksanaan program pemerintah, masyarakat ditempatkan pada suatu tempat yang utama, yang disebut dengan program “Citizen First!”. Gagasan dari program ini adalah, anggapan bahwa masyarakat yang berperan sebagai warga negara harus menunjukkan kepeduliannya pada komunitas yang lebih luas, komitmen yang berjalan dengan memperhatikan tujuan jangka pendek dan kemauan untuk memikul tanggung jawab pribadi atas apa yang terjadi di lingkungan sekitar dan masyarakat luas.
The Citizen First mengungkapkan bahwa disamping kemauan masyarakat untuk berperan serta dalam pemerintahan, maka pemerintah juga harus mempunyai kemauan untuk mendengar aspirasi dari rakyatnya, sehingga pemerintah harus menemukan sebuah cara baru yang inovatif untuk memahami apa kebutuhan masyarakat dan harus merespon kebutuhan masyarakat tersebut dengan baik dan menempatkan pemerintah dalam posisi sebagai pelayan masyarakat
Untuk menyelaraskan ide dengan Citizen First Chapin meminta pemerintah Orange County menyusun sebuah perencanaan stratejik tahunan, yang sepenuhnya dikendalikan oleh kepentingan dan kepedulian masyarakat. Proses perencanaan stratejik didesain untuk membantu menyelaraskan tujuan dan kapabilitas pemerintah daerah dengan tuntutan masyarakat untuk membuat sebuah rencana kerja yang akan memastikan bahwa tujuan-tujuan tersebut akan tercapai. Proses perencanaan tersebut tidak dikendalikan oleh pejabat yang terpilih atau ditunjuk, namun oleh masyarakat Orange County. Masyarakat diperkenankan untuk menyampaikan keinginan dan kebutuhan mereka kepada pemerintah, dan pemerintah diwajibkan untuk mendengarkan dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dengan cermat. Hanya dengan cara ini, pemerintah bisa memperbaiki reputasi pemerintah dan membangun lagi kepercayaan masyarakat pada pemerintah.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, Orange County mengunakan beberapa cara :
• Diskusi awal, dimana masyarakat diperkenankan untuk menyampaikan keinginan dan kebutuhan mereka kepada pemerintah, dan pemerintah diwajibkan untuk mendengarkan dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
• Survey, guna menanyakan pandangan mereka terhadap sejumlah topik yang penting bagi masa depan county. Survei yang dilakukan tidak sekedar mengukur tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pemerintah,tapi lebih kepada analisis mendalam terhadap hubungan antara masyarakat dan pemerintah dan penilaian terhadap prioritas mereka untuk Orange County.
• Focus groups, untuk membentuk sebuah komunitas (sense of Community) dengan memperkuat kebersamaan guna memperjelas masa depan lingkungan masyarakat.
• Retreat/pertemuan kelompok, yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, mulai dari generasi muda sampai pejabat-pejabat pemerintahan di Orange County dalam penentuan visi dan misi yang akan menentukan masa depan county.

Pembahasan
Berdasarkan uraian di atas terlihat jelas bahwa keberhasilan pembangunan tidak hanya ditentukan oleh pemerintah saja, namun juga ditentukan dengan adanya peranserta masyarakat dalam ikut merencanakan strategi untuk menentukan tujuan dalam pembangunan, karena bagaimanapun juga masyarakat merupakan stakeholders utama dalam suatu pemerintahan. Oleh karena itu perlu adanya suatu upaya guna menumbuhkan peran masyarakat sebagai aktivitas dalam rangka membantu negara dan lembaga-lembaganya guna melaksanakan tugas-tugasnya dengan cara yang lebih tepat dan berhasil guna.
Peranserta masyarakat idealnya dilakukan pada setiap proses tahapan manajerial suatu kegiatan dalam rangka perumusan dan implementasi kebijakan, yaitu dimulai dari tahap perencanaan (planning), pengarahan (directing), koordinasi (coordinating), pelaksanaan (implementing), pengawasan (controlling) dan penilaian (evaluating). Bahkan adanya pengajuan keberatan terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan umum pun harus dipahami sebagai bagian dari peranserta masyarakat.

Di Indonesia sendiri peranserta masyarakat dalam merancang rencana strategis masih rendah, hal tersebut dapat dilihat dari beberapa contoh seperti :
• Masih banyaknya kebijakan Pemerintah yang bernuansa “top-down”, dimana dominasi Pemerintah Pusat sangat tinggi. Akibatnya antara lain banyak terjadi pembangunan yang tidak sesuai dengan aspirasi daerah, tidak sesuai dengan potensi dan keunggulan daerah, dan tidak banyak mempertimbangkan keunggulan dan kebutuhan lokal. Lebih jauh dampaknya akan menimbulkan perbedaan dan konflik-konflik sosial dan lingkungan yang menjadi mahal untuk mengatasinya.
• Rendahnya semangat untuk melibatkan dan bekerja bersama masyarakat. Hal ini menyebabkan tidak terpahaminya masalah yang sebenarnya terjadi dan berkembang di masyarakat. Dampaknya antara lain beberapa kegiatan Pemerintah tidak sepenuhnya diterima oleh masyarakat setempat sehingga akhirnya tidak menjamin pembangunan yang berkelanjutan.
• Kurang terbukanya pemerintah dalam proses penyelenggaraan pembangunan menunjukan masyarakat hanya sekedar objek pembangunan yang harus memenuhi keinginan Pemerintah. Masyarakat belum menjadi subyek pembangunan atau masyarakat belum ditempatkan pada posisi inisiator (sumber bertindak).
Oleh karena itu perlu dibuat suatu rules agar pelibatan peranserta masyarakat berlangsung secara harmonis dan partisipatif, maka pihak pemerintah harus menempatkan masyarakat dengan segala ide, gagasan dan perfomance-nya pada posisi yang setara, sehingga tidak ada persoalan inferior versus superior antara pemerintah dengan masyarakat..
Dalam melaksanakan peranserta tersebut masalah utama yang muncul adalah bagaimana cara membuat suatu mekanisme yang ideal dari perwujudan peranserta masyarakat tersebut, inilah yang perlu kita dipikirkan, guna memastikan apakah mekanisme peranserta masyarakat yang selama ini berlaku sudah tepat terhadap beberapa cara yang telah dilakukan dalam upaya mewujudkan peranserta masyarakat seperti, sosialisasi rancangan kebijakan, proaktif menjaring aspirasi, public hearing, duduk sama dan membahas bersama, menerima saran masukan kritik, dan mengambil keputusan bersama.
Kita dapat meniru beberapa hal yang telah dilakukan oleh Orange County dalam meningkatkan peran serta masyarakat, dalam menyusun rencana strategis, dengan cara :
• Menumbuhkan komitmen para pemimpin pemerintahan bahwa mereka adalah pemimpin yang menjadi pelayan bagi masyarakat, seperti yang ditulis Greenleaf yang bertajuk Servant Leadership (1977) yang mengatakan, “… the great leader is seen as servant first, and that simple fact is the key to his greatness”. Greenleaf menekankan “servant first” dan bukan “leader first”. Seorang pemimpin biasa menjadi pemimpin besar dengan cara melihat dirinya pertama-tama dan terutama sebagai pelayan dan bukan pemimpin. Ia pemimpin juga, tentu. Namun hatinya terutama dipenuhi oleh hasrat melayani konstituennya, melayani pengikutnya, melayani publik atau rakyat yang mengangkatnya menjadi pemimpin. Artinya, jabatan kepemimpinan diterima sebagai konsekuensi dari keinginan yang tulus ikhlas untuk melayani konstituen dan bukan untuk kepentingan egoistik dan selfish, bukan ambisi pribadi yang berangkat dari keinginan berkuasa.
• Desentralisasi pengelolaan daerah yang bertanggung jawab guna mengakomodir pembangunan wilayah Indonesia yang luas serta geografis dan budaya yang beranekaragam. Hal ini dapat membantu memahami kebutuhan tiap-tiap daerah di Indonesia yang sangat luas dengan prioritas serta kebutuhan yang beranekaragam, sehingga keinginan serta kesesuaian yang diinginkan masyarakat yang berbeda-beda di tiap daerah dapat tercapai. Dimana masyarakat dapat menyampaikan aspirasi dengan cara berdiskusi dengan pemerintahan daerah dalam merencanakan strategi pembangunan di daerahnya, selain itu pemerintah daerah itu dapat melakukan survey terhadap keinginan masyarakat dalam menyusun rencana strategis tersebut, serta memperbaiki kelemahan dalam rencana strategis yang telah dijalankan, Dengan semakin kecilnya lingkup pengelolaan maka dapat memperkokoh keterlibatan masyarakat dalam perencanaan strategis.
• Meningkatkan peran anggota DPR dan DPD dengan lebih maksimal, karena seperti yang kita tahu kebanyakan anggota DPR dalam membuat suau kebijakan dengan lebih mengutamakan kepentingan partainya dibanding keinginan rakyat yang memilihnya, selain itu masih kurangnya peran DPD sebagai perwakilan daerah dalam menyalurkan aspirasi masyarakat di suatu daerah kepada pemerintah pusat, sehingga perlu dibuat suatu agenda rutin untuk mempertemukan anggota DPD dengan berbagai jenis organisasi di daerahnya, guna menyusun rencana strategis yang tepat. Selain itu perlu dilakukan suatu evaluasi atas kinerja anggota DPD di daerah tersebut, untuk melihat pencapaian kinerja yang dihasilkan oleh anggota DPD tersebut sebagai salah satu akses kepada pemerintah pusat, dalam rangka meneruskan keinginan serta menyampaikan prioritas pembangunan yang ingin dilakukan oleh masyarakat di suatu daerah.
• Mengadakan program-program pembangunan yang melibatkan masyarakat secara langsung mulai dari perencanaan, perumusan, pelaksanaan hingga evaluasi atas program yang telah dilakukan tersebut, sehingga dapat meningkatkan rasa memiliki, rasa bangga serta komitmen masyarakat untuk terus membangun daerahnya.
• Menyediakan sarana bagi masyarakat untuk memberikan feed back terhadap pelayanan yang telah diberikan pemerintah, seperti adanya Kotak Pos 5000 yang menampung semua pengaduan masyarakat, namun bedanya kotak itu nantinya digunakan sebagai sarana masyarakat untuk memberi masukan serta usulan kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah. Hal ini sekaligus menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah terhadap kinerjanya dan melakukan tindak lanjut terhadap feed back tersebut sehingga dapat melakukan perbaikan di masa mendatang.

Kesimpulan
Dalam penyelenggaraan pembangunan, masyarakat sudah sewajarnya ikut melakukan (berperan) atau dengan kata lain pemerintah harus bekerja bersama masyarakat, karena pada hakekatnya pemerintah bekerja bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk melayani masyarakat. Upaya ini merupakan rangkaian proses untuk menuju penguatan peran masyarakat, bukan sekedar peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan (community driven development), dimana masyarakat turut dilibatkan dan menjadi bagian dalam pembangunan. Dengan kuatnya peran masyarakat, maka penyelenggaraan pembangunan akan lebih bisa dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berorientasi pada rakyat karena memang masyarakat yang menentukan program prioritas yang akan dijalankan, sehingga dengan peranserta tersebut masyarakat akan merasa bertanggungjawab atas hasil yang dicapai dari pembangunan tersebut.

Perubahan Mekanisme Pengadaan Barang dan Jasa dengan e-Procurement



Pendahuluan
Pelaksanaan anggaran merupakan bagian dari siklus anggaran yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Secara garis besar pelaksanaan anggaran terdiri dari dua bagian utama, yakni pelaksanaan anggaran pendapatan dan pelaksanaan anggaran belanja Negara. Pada kali ini saya akan membahas tentang pelaksanaan anggaran belanja, khususnya tentang pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, dimana sebelumnya berdasarkan Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang bersifat manual yang rentan akan kecurangan, yang mulai diganti dengan menggunakan basis teknologi yang dikenal dengan nama e-procurement, guna menghasilkan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang efektif dan efisien.

Perubahan mekanisme pengadaan dari manual menjadi e-procurement
Menurut Keppres No. 80/2003, metode pemilihan penyedia barang/jasa untuk pemerintah itu ada 4 macam, yaitu (i) pelelangan umum; (ii) pelelangan terbatas; (iii) pemilihan langsung; dan (iv) penunjukan langsung. Pelelangan umum adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Apabila penyedia barang/jasa itu diyakini terbatas jumlahnya, maka dilakukan dengan metode pelelangan terbatas yaitu dengan mencantumkan penyedia barang/jasa yang telah diyakini mampu pada pengumuman pengadaan barang/jasa tersebut. Dalam hal metode pelelangan umum atau terbatas itu dinilai tidak efisien dari segi biaya pelelangan, maka metode pemilihan dilakukan dengan pemilihan langsung. Pemilihan langsung dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya 3 penawaran dari penyedia barang/jasa. Metode penunjukan langsung dapat dilakukan dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus dengan cara melakukan negosiasi, baik teknis maupun biaya, terhadap 1 penyedia barang/jasa, sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam pelaksanaannya Keppres 80/2003 mengalami banyak kecurangan, baik dalam pelelangan umum ataupun terbatas yang memungkinkan terjadinya kecurangan misalnya mulai dari waktu pemasangan iklan di surat kabar yang waktunya mendekati batas akhir pengajuan penawaran hingga pemilihan pemenang tender yang tidak transparan. Selain itu dengan pengajuan penawaran secara tertutup menyebabkan kurangnya transparansi penilaian terhadap kriteria pemenang suatu tender, sehingga yang sering terjadi adalah adanya suap terhadap para panitia lelang guna memenangkan suatu rekanan tertentu. Sedangkan dalam pemilihan langsung kecurangan yang sering terjadi adalah adanya rekanan yang itu-itu saja dengan membuat beberapa badan usaha yang nyatanya dimiliki oleh orang yang sama, untuk digunakan sebagai formalitas dalam melakukan pengadaan barang dan jasa. Selain itu terdapat potensi terjadinya kecurangan terhadap metode penunjukan langsung dimana tiap instansi dapat melakukan pengadaan dengan menunjuk langsung salah satu rekanan, hal tersebut rentan terhadap adanya mark-up harga karena tidak ada pembanding langsung terhadap penyedia barang/jasa yang telah ditunjuk.
Sistem pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah sebagaimana diatur dalam Kepres 80 tahun 2003 masih memiliki kelemahan dan belum berjalan secara efektif, kelemahan tersebut terbukti dengan begitu besarnya kasus korupsi yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang ditangani oleh KPK. Pada tahun 2008 saja kasus korupsi terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah mencapai 80 persen dari seluruh kasus korupsi yang ditangani KPK. Berkaitan dengan banyaknya peluang penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah secara manual, maka pemerintah berupaya untuk melakukan pemecahan masalah tersebut melalui pengadaan secara elektronik atau yang lebih dikenal dengan istilah e-Procurement.
e-Procurement merupakan salah satu pendekatan terbaik dalam mencegah terjadinya kecurangan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Definisi e-Procurement menurut Bank Dunia adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi khususnya internet oleh lembaga pemerintahan dalam melaksanakan proses pengadaan/tender dengan para pemasok/rekanan untuk memperoleh barang, karya-karya dan layanan konsultasi yang dibutuhkan oleh sector public. Dengan e-Procurement peluang untuk kontak langsung antara penyedia barang/jasa dengan panitia pengadaan menjadi semakin kecil, karena mekanisme pengadaan berjalan secara elektronik yang berbasis web/internet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi.
Seperti yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya, berdasarkan hasil dari pelaksanaan e-Procurement, menghasilkan beberapa manfaat sebagai berikut:
1. Terjadinya efisiensi dalam penggunaan (APBD). Rata-rata penghematan anggaran yang dapat diperoleh dari pendekatan e-Procurement dibanding dengan cara konvensional berkisar 23.5 persen. Sedangkan pada HPS (Harga Penetapan Sendiri) dapat dilakukan penghematan rata-rata 20 persen. Biaya pengumuman pengadaan dan pengumuman pemenang lelang juga dapat diminimalisir karena menggunakan pengumuman secara on line yang lebih mudah diakses. Apabila pendekatan pengadaan barang dan jasa melalui e-Procurement ini diikuti oleh sebagian besar atau seluruh lembaga pemerintah/Negara diseluruh Indonesia, maka penghematan anggaran yang dilakukan masing-masing lembaga pemerintah/Negara maka akan berdampak besar pada penghematan APBN;
2. Pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan cara e-Procurement dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lebih cepat dibanding dengan cara yang dilakukan dengan cara konvensional. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk pengadaan barang dan jasa dengan cara konvensional adalah 36 (tiga puluh enam) hari sedangkan apabila dengan cara e-Procurement hanya berkisar 20 (dua puluh) hari. Hal ini dikarenakan dengan sistem elektronik, proses pengumuman pengadaan, penawaran, seleksi dan pengumuman pemenang dapat dilakukan dengan lebih cepat;
3. Persaingan yang sehat antar pelaku usaha sehingga mendukung iklim investasi yang kondusif secara nasional. Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang lebih transparan, fair dan partisipatif mendukung persaingan usaha yang semakin sehat di setiap wilayah dimana pengadaan barang dan jasa dilakukan. Tidak ada pengaturan pemenang lelang serta menghilangkan sistem arisan antara pelaku usaha, pelaku usaha yang besar tidak dapat menekan pelaku usaha kecil untuk tidak berpartisipasi dalam tender, serta pelaku usaha di semua tingkatan tidak dapat menekan lembaga pemerintah untuk memenangkannya dalam tender. Pelaksanaan lelang diatur dalam suatu sistem yang transparan, akuntabel, dan meniadakan kontak langsung antara panitia dengan penyedia barang dan jasa. Pelaku usaha yang unggul dalam melakukan efisiensi terhadap seluruh aktifitas operasional usahanya akan mendapatkan keunggulan kompetitif. Secara umum sistem e-Procurement menuntut penyedia barang/jasa untuk berlomba dalam melakukan efisiensi, sementara disisi lain juga dituntut untuk menghasilkan output yang berkualitas. Kondisi semacam ini merupakan ciri yang diterapkan pada persaingan yang sehat (fair market competition) dan akan mendukung iklim investasi yang kondusif bila e-Procurement diterapkan secara konsisten ditingkat nasional.
Kesimpulan
E-procurement merupakan salah satu solusi dalam pelaksaanan anggaran di Indonesia, yang dapat memberikan banyak keuntungan baik dari sisi pengguna barang/ jasa maupun dari sisi penyedia barang dan jasa. Dari sisi penyedia, banyak biaya yang dapat dihemat seperti biaya transportasi, akomodasi, dan konsolidasi serta biaya cetak dokumen bisa diminimalkan, sehingga penyedia dapat memiliki ruang yang cukup untuk melakukan optimasi penurunan nilai jual barang/jasa yang mereka tawarkan, sehingga mengakibatkan persaingan secara sehat berdasarkan kemampuannya, mendapatkan mutu dan harga barang/jasa yang kompetitif, menciptakan pasar pengadaan nasional yang profesional serta dapat meningkatkan daya saing usaha nasional Sedangkan dari sisi pengguna, karena sifatnya yang tanpa batas, dapat diperoleh iklim persaingan antar penyedia yang lebih adil dan berkualitas. Pengguna barang/jasa memiliki lebih banyak pilihan serta mendapatkan penawaran yang lebih murah dengan kualitas yang lebih baik. Sehingga melalui e-procurement ini mampu mengurangi terjadinya praktik KKN karena sifatnya yang transparan, serta akuntabel. Oleh karena itu dengan prosedur pengadaan barang dan jasa berdasarkan e-procurement diharapkan dapat memenuhi salah satu tujuan Manajemen Keuangan Publik, yaitu efisiensi operasional.

TELAAH REFORMASI AKUNTANSI PEMERINTAHAN (MENUJU BASIS AKRUAL) DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE


Pendahuluan
Akuntansi pemerintahan atau yang juga dikenal dengan istilah akuntansi sektor publik sebenarnya sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Wikipedia berdasarkan buku yang ditulis Vernon Kam (1989) menjelaskan bahwa praktik akuntansi sektor publik sebenarnya telah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Kemunculannya lebih dipengaruhi pada interaksi yang terjadi pada masyarakat dan kekuatan sosial didalam masyarakat. Untuk di Indonesia sendiri akuntansi pemerintahan telah ada sejak tahun 1959 dimana pemerintahan orde lama mulai melakukan kebijakan kebijakan berupa nasionalisasi perusahaan asing yang ditransformasi menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Oleh karena itu, keberadaan praktik akuntansi sektor publik di Indonesia dengan status hukum yang jelas telah ada sejak beberapa tahun bergulir dari pemerintahan yang sah.
Definisi dari Akuntansi Pemerintahan itu sendiri menurut Revrisond Baswir (1998,7) adalah sebagai berikut: “Akuntansi Pemerintahan (termasuk di dalamnya akuntansi untuk lembaga-lembaga yang tidak bertujuan mencari laba lainnya), adalah bidang akuntansi yang berkaitan dengan lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga yang tidak bertujuan mencari laba”. Kemudian Indra Bastian (2001,6) menjelaskan tentang pengertian Akuntansi Sektor Publik adalah sebagai berikut “… mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta.” Berdasarkan pengertian di atas, maka menurut penulis akuntansi pemerintahan adalah suatu bidang ilmu akuntansi yang digunakan dalam suatu organisasi pemerintahan / lembaga dengan menggunakan mekanisme dan analisis akuntansi, yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat yang tujuannya tidak untuk mencari laba. Tujuan dari akuntansi pemerintahan itu sendiri menurut American Accounting Association (1970) dalam Glynn (1993) menyatakan bahwa tujuan akuntansi pada organisasi sektor publik adalah memberikan informasi yang diperlukan agar dapat mengelola suatu operasi dan alokasi sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi secara tepat, efisien, ekonomis, serta memberikan informasi untuk melaporkan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan tersebut serta melaporkan hasil operasi dan penggunaan dana publik. Sehingga dengan adanya kegiatan pengelolaan terhadap dana masyarakat, maka pemerintah mempunyai suatu kewajiban serta tanggung jawab untuk melaporkan kegiatan pengelolaan dana tersebut kepada masyarakat. Dengan demikian akuntansi pemerintahan memiliki peran sebagai alat untuk meningkatkan kinerja birokrasi pemerintah dalam melakukan penyelenggaraan pemerintahan dengan baik atau yang lebih dikenal dengan istilah good governance.
Artikel ini bertujuan untuk memaparkan proses reformasi akuntansi pemerintahan, khususnya yang terjadi di Indonesia, dalam menuju basis akrual, serta menjelaskan perubahan yang terjadi dalam akuntansi pemerintahan berbasis akrual tersebut guna mewujudkan good governance, sebagaimana tujuan dari reformasi itu sendiri yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme serta menguraikan mengenai azas akuntabilitas dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pemerintahan. Penulis menggunakan kata menuju basis akrual, karena saat ini akuntansi pemerintahan basis akrual ini masih berupa draf dan belum disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM.

Reformasi Akuntansi Pemerintahan ( menuju basis akrual )
Wikipedia menyebutkan reformasi adalah perubahan terhadap suatu sistem yang telah ada pada suatu masa, reformasi bisa dilakukan di segala bidang dengan tujuan untuk mengubah sistem tersebut agar dapat berjalan lebih baik dari sebelumnya. Salah satunya dalam bidang akuntansi pemerintahan, pada umumnya reformasi akuntansi pemerintahan bermula dari fase akuntansi tradisional menuju akuntansi modern, yang pada awalnya pembukuan akuntansi pemerintahan secara tradisional menganut basis akuntansi kas dengan pencatatan single entry. Dengan adanya reformasi akuntansi keuangan menuju akuntansi modern, cara penyajian laporan keuangan yang pada awalnya menggunakan basis kas diubah menjadi basis akrual.
Di dunia internasional, salah satu negara yang pertama kali menggunakan akuntansi basis akrual adalah Selandia Baru, dimana telah menerapkan akuntansi pemerintahan berbasis akrual pada tahun 1991, yang kemudian diikuti oleh Islandia pada tahun 1992 serta Swedia pada tahun 1994 (OECD,PUMA,1999,4). Untuk Indonesia sendiri, pada awalnya pemerintah menggunakan akuntansi berbasis kas. Akuntansi berbasis kas mempunyai kelebihan yaitu sederhana penerapannya dan mudah dipahami. Namun akuntansi akuntansi berbasis kas mempunyai berbagai kekurangan antara lain, kurang informatif karena hanya berisikan informasi tentang penerimaan, pengeluaran, dan saldo kas, dan tidak memberikan informasi tentang aset dan kewajiban. Sehingga perlu dilakukan perubahan cara penyajian akuntansi pemerintahan untuk mendukung agar keuangan negara dapat disajikan dengan lebih informatif. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan reformasi akuntansi pemerintahan, dimana pemerintah mewajibkan penerapan akuntansi berbasis akrual pada setiap instansi pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam Pasal 36 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut “ Pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun”. Sehingga dalam jangka waktu lima tahun sejak terbitnya UU tersebut atau pada tahun 2008, pemerintah harus telah mulai menggunakan akuntansi pemerintahan berbasis akrual. Untuk menjembatani proses perubahan dari akuntansi berbasis kas ke akuntansi berbasis akrual sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), hal ini sesuai dengan ketentuan dari ADB, (2005) yang mengatakan bahwa standar sangat penting dalam penyusunan laporan keuangan karena standar merupakan “a common framework to enable review, analysis and interpretation of financial information across entities, countries and regions, transparent, timely, reliable financial information instills investor confidence.”, Standar tersebut merupakan pedoman bagi pemerintah dalam menyusun laporan keuangan. PP 24 Tahun 2005 sampai saat ini masih digunakan oleh pemerintah, yang secara garis besar terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas serta Catatan atas Laporan Keuangan, yang dikenal sebagai basis kas menuju akrual.
Walaupun basis kas menuju akrual belum menerapkan basis akrual secara penuh, namun pada hakekatnya basis kas menuju akrual ini sebagian besar telah mengacu pada praktik akuntansi berbasis akrual. Di lain pihak untuk tetap melaksanakan amanat UU No 17 tahun 2003 yang mewajibkan agar pengakuan serta pengukuran berbasis akrual, pada tahun 2009 pemerintah telah menerbitkan draft SAP berbasis akrual yang hingga saat ini masih dalam pembahasan di Departemen Hukum dan HAM. Dalam draft tersebut Laporan Keuangan Pemerintah terdiri dari Laporan Pelaksanaan Anggaran, Laporan Finansial serta Catatan dalam Laporan Keuangan. Jika selama ini laporan utama keuangan pemerintah hanya berupa Laporan Realisasi Anggaran saja, maka salah satu hal yang membedakan draft SAP berbasis akrual dengan SAP basis kas menuju akrual adalah adanya Laporan Finansial, yang terdiri dari Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus kas serta Laporan Perubahan Ekuitas yang semuanya disusun atas dasar basis akrual. Sedangkan Laporan Anggaran disusun atas dasar basis akuntansi yang berlaku di bidang itu, yang sampai saat ini masih atas dasar basis kas. Dalam draft SAP berbasis akrual tersebut, perubahan basis kas menuju akrual menjadi basis akrual dilakukan dengan memodifikasi SAP menurut PP Nomor 24 tahun 2005 menjadi basis akrual dengan mengacu pada International Public Sector Accounting Standards (IPSAS) dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang yang berlaku, sehingga struktur PSAP pada PP 24 th 2005 tidak mengalami banyak perubahan.

Good Governance
Upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat ditampilkan dalam pencapaian kinerja sebagaimana komitmen yang telah ditetapkan. Melalui perbaikan kinerja, pemerintah dapat melakukan komunikasi dua arah dengan rakyatnya dalam rangka mencari titik temu pemecahan masalah-masalah yang terjadi. Hal tersebut menjadi isyarat bahwa untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang responsif, bebas KKN serta berkinerja, kondisi akuntabilitas merupakan kondisi yang harus ada untuk dipenuhi. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, perlu dipadukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih, bertanggung jawab, dan bebas dari KKN, yang dalam penerapannya adalah membuat suatu tata cara penyelenggaraan pemerintah yang baik atau yang lebih dikenal dengan istilah good governance.
Definisi Good Governance sendiri menurut LAN adalah suatu penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat. Oleh karena itu good governance meliputi penataan hubungan antara lembaga-lembaga tinggi negara, antar lembaga pemerintah, termasuk juga hubungannya dengan masyarakat sebagai pihak yang memiliki kedaulatan dalam suatu negara demokrasi. Sedangkan tiga prinsip utama yang mendasari penerapan good governance adalah partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Ketiga prinsip dasar ini merupakan prinsip yang berlaku secara universal. Secara ringkas dapat diuraikan bahwa partisipasi mendorong keterlibatan dari sektor swasta dan masyarakat dalam pengambilan keputusan publik dan penyerahan barang dan jasa kepada para pemakai. Transparansi merupakan keterbukaan informasi atas penyelenggaraan pemerintahan, sedangkan akuntabilitas menunjukkan adanya kewajiban untuk melaporkan secara akurat dan tepat waktu informasi yang terkait dengan pertanggunggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan.

Telaah Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual dalam mewujudkan good governance
Akuntansi sangat erat keterkaitannya dengan ketiga prinsip utama dari good governance di atas. Akuntansi pada hakekatnya adalah proses pencatatan secara sistematis atas transaksi keuangan yang bermuara pada pelaporan untuk dapat dimanfaatkan oleh para pemakai untuk berbagai kebutuhan. Partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas akan semakin membaik apabila didukung oleh suatu sistem akuntansi yang menghasilkan informasi yang tepat waktu dan dapat diandalkan. Sebaliknya sistem akuntansi yang tidak informatif, tidak akurat, dan tidak dapat diandalkan, akan menghancurkan sendi-sendi partisipasi masyarakat, transparansi, dan akuntabilitas. Salah satu bentuk penerapan good governance dalam akuntansi pemerintahan guna menghasilkan laporan keuangan pemerintah yang informatif, tepat waktu serta dapat diandalkan adalah dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai acuan dalam menyusun laporan keuangan pemerintah. Dalam penerapannya PP nomor 24 tahun 2005 menggunakan basis kas menuju akrual, dimana pengakuannya menggunakan basis kas untuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan, sedangkan basis akrual untuk aset, kewajiban dan ekuitas. Dengan basis kas untuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan, hal tersebut tidak menggambarkan informasi yang akurat, karena bisa saja pendapatan atau belanja yang terjadi pada saat kas diterima atau dibayarkan merupakan pendapatan atau belanja untuk beberapa tahun ke depan, misalnya saja pendapatan sewa gedung pemerintah untuk beberapa tahun kedepan atau belanja modal yang dalam pengerjaannya lebih dari 1 tahun laporan keuangan, selain itu bisa saja pemerintah mempunyai pendapatan yang belum dibayar pada tahun laporan namun merupakan pendapatan pada tahun tersebut. Semua hal tersebut berdampak pada neraca, sehingga neraca yang disajikan menjadi kurang informatif. Hal itulah yang menjadi dasar bagi pemerintah untuk membuat suatu Standar Akuntansi Pemerintah yang menggunakan basis akrual, dengan tujuan laporan keuangan pemerintah lebih informatif, dan dapat dihandalkan sehingga rakyat dapat menilai kinerja pemerintah.
Salah satu terobosan yang dilakukan oleh pemerintah dalam draft SAP berbasis akrual adalah dengan adanya Laporan Finansial (Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus kas, Laporan Perubahan Ekuitas) yang semuanya disusun atas dasar basis akrual, meskipun tidak semua bagian dalam Laporan Finansial tersebut merupakan hal yang baru, tetapi terdapat beberapa bagian yang telah disempurnakan oleh pemerintah. Pertama adalah dengan adanya penambahan akun dalam Neraca, dimana sebelumnya dalam SAP berbasis kas menuju akrual informasi tentang piutang serta kewajiban kurang informatif, maka sekarang dalam Neraca draft SAP basis akrual maka setiap transaksi ekonomi, baik itu pengeluaran maupun penerimaan diakui, dicatat, dan disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut tanpa memperhatikan waktu kas diterima atau dibayarkan. Dengan demikian seluruh transaksi pengeluaran dan penerimaan pemerintah baik secara kas atau kredit akan dapat diketahui, hal ini akan menghasilkan informasi tentang jumlah piutang serta kewajiban pemerintah atas transaksi tersebut. Dampaknya adalah adanya informasi tentang piutang maka penyajian asset dalam neraca lebih akurat, selain itu dengan adanya penyajian jumlah kewajiban pemerintah yang lebih akurat membantu manajemen utang pemerintah dalam mengelola utang pemerintah. Kedua adalah adanya Laporan Operasional, yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah seperti pendapatan, beban, dan transfer dalam satu periode laporan. Dengan adanya laporan Operasional tersebut maka masyarakat dapat melihat kinerja pemerintah dalam mengelola keuangan negara dalam setiap tahun pelaporan, dimana meskipun setiap transaksi pemerintah akan diakui, dicatat dan disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi, tanpa memperhatikan waktu kas diterima atau dibayarkan, namun baik jumlah beban atau pendapatan yang diterima atau dibayarkan oleh pemerintah akan disesuaikan sebesar jumlah yang telah menjadi beban atau pendapatan dalam periode laporan, hal ini akan membuat pemerintah lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan negara. Terakhir adalah adanya Laporan Perubahan Ekuitas, yang menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dengan adanya Laporan Perubahan Ekuitas akan menggambarkan jumlah ketersediaan dana pemerintah pada akhir periode laporan. Dengan adanya ketiga hal tersebut akan membantu masyarakat yang diwakili oleh DPR guna melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap rencana-rencana serta langkah-langkah strategis yang akan dilakukan pemerintah. Jadi secara keseluruhan SAP berbasis akrual merupakan salah satu bentuk perwujudan dari good governance yang diterjemahkan dalam bidang keuangan negara sebagai bentuk pengelolaan sumber daya melalui proses yang dapat dipertanggungjawabkan, transparan, akuntabel, dan melibatkan partisipasi masyarakat.
Dampak positif dari penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual telah banyak diakui oleh para peneliti. Seperti kajian yang dilakukan oleh Deloitte (2004), yang menyebutkan bahwa akuntansi pemerintahan berbasis akrual secara signifikan memberikan kontribusi dalam meningkatkan kualitas pengambilan keputusan untuk efisiensi dan efektivitas pengeluaran publik melalui informasi keuangan yang akurat dan transparan, serta meningkatkan alokasi sumber daya dengan menginformasikan besarnya biaya yang ditimbulkan dari suatu kebijakan dan transparansi dari keberhasilan suatu program. Sedangkan informasi keuangan yang disusun dengan basis akrual menurut Deloitte ( 2004): akan mempermudah para pemakai untuk membandingkan secara berimbang antara alternatif dari pemakaian sumber daya, menilai kinerja, posisi keuangan, dan arus kas dari entitas pemerintah, melakukan evaluasi atas kemampuan pemerintah untuk mendanai kegiatannya serta kemampuan untuk pemerintah untuk memenuhi kewajiban dan komitmennya, melakukan evaluasi atas biaya, efisiensi, dan pencapaian kinerja pemerintah, memahami keberhasilan pemerintah dalam mengelola sumber daya.
Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Van Der Hoek (2005), penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual di berbagai negara maju telah berhasil dan membawa manfaat, manfaat tersebut antara lain antara lain mendukung manajemen kinerja, memfasilitasi manajemen keuangan yang lebih baik, memperbaiki pengertian akan biaya program, memperluas dan meningkatkan informasi alokasi sumber daya, meningkatkan pelaporan keuangan, serta memfasilitasi dan meningkatkan manajemen aset (termasuk kas).

Kesimpulan
Penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual yang telah digunakan oleh beberapa negara memberikan dampak yang positif, dimana beberapa peneliti yang memberikan bukti bahwa reformasi akuntansi pemerintahan dari yang sebelumnya basis kas dan diubah menjadi basis akrual memberikan banyak manfaat terutama dalam mewujudkan good governance. Dari sisi pemerintah penerapan akuntansi berbasis akrual diharapkan mampu meningkatkan kualitas informasi pelaporan keuangan pemerintah serta menghasilkan informasi yang lebih akuntabel dan transparan. Penerapan akuntansi berbasis akrual mampu mendukung terlaksananya perhitungan biaya publik dengan lebih wajar, misalnya saja dalam menentukan nilai yang dihasilkan mencakup seluruh beban yang terjadi, tidak hanya jumlah yang telah dibayarkan. Dengan memasukkan seluruh beban, baik yang sudah dibayar maupun yang belum dibayar, akuntansi berbasis akrual dapat menyediakan pengukuran yang lebih baik, pengakuan yang tepat waktu, dan pengungkapan kewajiban di masa mendatang. Sedangkan bagi masyarakat dengan semakin akuntabel dan transparan laporan keuangan pemerintah, maka masyarakat dapat menilai kinerja pemerintah dalam melaksanakan pengelolaan keuangan negara, sehingga masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengawasi kinerja pemerintah. Penutup, mari kita dukung pemerintah untuk melaksanakan standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual, guna mewujudkan terciptanya good governance di Indonesia.